Tak Sebatas
Nasihat
Sejak pukul
2 pagi Leha terbangun, karena suara alarm HP-nya berbunyi. Dengan begitu berat
dia bangun, menggeser ke samping kanan dan kiri untuk melemaskan otot-ototnya
yang terasa kaku. Karena kemarin ikut kerja bakti bersama ibu-ibu PKK. Kemudian
Leha pun beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi setelah membersihkan
dan merapikannya. Mengambil mukena untuk melaksanakan sholat malam seperti
biasanya, apalagi besok pagi harus berangkat lebih awal karena beberapa
pekerjaan kantornya yang harus dikerjakan. Setelah sholat, ia membaca al-qur’an
sebentar dengan khusyu’ tak terasa air matanya pun menetes karena ayat-ayat
yang dibacanya menyentuh hati, tapi memang sudah menjadi kebiasaannya ketika
membaca al-qur’an dia menangis. Kagum akan keindahan ayat dan makna yang
terkandung di dalamnya. Meski hanya membaca terjemahan, tapi maksud dari ayat
yang dia baca pun mampu meruntuhkan hatinya dan seakan membekas.
Kemudian
diambillah setumpuk berkas kantor yang belum terselesaikan. Ia pun memulainya
dengan mengharap keridho’an Allah dan memulainya dengan basmallah. Dengan
harapan semua pekerjaan yang ia lakukan akan mendapatkan keberkahan dan
kemanfaatan. Tak terasa adzan subuh sudah terdengar tepat ketika tugas-tugasnya
selesai. Sudah menjadi rutinitas kalau sholat di masjid, iapun segera merapikan
dan mempersiapkan kebutuhan kerjanya.
Setelah
subuh, ia mulai menyelesaikan pekerjakan rumahnya karena tidak mau merepotkan
ibunya. Lagian ibunya sudah tahu dan mempercayakan semua pada Leha, anak
tunggalnya. Ayahnya sudah meninggal ketika masih duduk di bangku SMP. Ibunya
tidak mau menikah lagi mekipun pada saat itu usianya masih cukup muda, tapi
cintanya kepada ayah Leha tak bisa ia bagi. Sehingga iapun menghidupi
keluarganya seorang diri, sampai bisa menguliahkan anak tersayangnya. Dimulai
dari berdagang jajanan anak di sekolah. sayuran sampai warung makan. Semua
dilakukan tanpa mengeluh. Leha pun termasuk anak yang rajin dan taat kepada
ibunya. Ia menjadi panutan dan contoh para Ia selalu membantu ibunya, meskipun
ia masih sekolah. bahkan sampai ia kuliah pun, barang dagangan ibunya dibawa ke
kampus dan menjualnya ke teman-teman kuliahnya. Keuntungannya pun lumayan
semakin lama semakin laku. Akhirnya ia titipkan ke koperasi-koperasi dan
kantin-kantin di sekolah dan kampusnya. Heheh,,, Subhanallah... sehingga sampai
sekarang semenjak Leha sudah bekerja, ia ingin membahagiakan ibunya. Dan tidak
ingin melihat ibunya terlalu capek, sehingga ia pun harus pandai membagi waktunya
untuk bisa membantu ibunya sebisa mungkin. Sehingga ibunya tetap bisa melakukan
ibadah tepat waktu. Karena yang terpenting bagi Leha adalah ibunya bisa
beribadah dengan khusyu’ tanpa memikirkan hal-hal yang bisa mengganggu
konsentrasi ibunya dalam beribadah. Mengingat usia Ibunya yang sudah tidak muda
lagi.
Setelah
siap, ia pun mengayuh sepeda menuju kantor di mana ia harus bekerja. Lumayan
menguras keringat juga. Tapi dengan niat dan tekad yang membaja, semua luluh
lantah terkalahkan dengan mudah. Hari itu ia harus lebih menguras tenaga
dibanding hari sebelumnya. Karena ia harus mewakili rapat pimpinannya, yang
sedang keluar kota. Dalam rapat itu iapun menemukan banyak teman baru dan ilmu
yang baru pastinya. Karena yang terpenting bagi dirinya adalah ilmu. Karena
ilmu tak akan habis meskipun sudah dipelajari bertahun-tahun, karena ilmu
bersifat berkembang dan selalu ada hal-hal baru yang harus di update supaya
tidak kuper ataupun miskin pengetahuan dan informasi.
Setelah
pulang dari kantor ia harus mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Biar
sesibuk apapun kepeduliannya terhadap anak-anak tidak bisa dihentikan dengan
hanya rasa capek. Kewajiban yang mendasarinya untuk selalu berusaha hadir tepat
waktu meskipun terkadang harus terlambat karena urusan pekerjaannya. Kewajiban
sebagai orang yang berilmu untuk mengajarkan kalimat illah supaya tetap terjaga
dan kekal. Ini juga menjadi sebuah Kebutuhan baginya sebagai orang islam yang
muballighah, juga merupakan salah satu ladang amal yang dapat menjadi tabungan
di akhirat. Hal inilah yang selalu menjadi senjata dan benteng pertahanannya
ketika masalah dan rasa capek datang menghampiri.
Pernah
suatu hari ketika ia harus menghadiri rapat tentang TPA, hujan lebat pun turun
dengan derasnya dan disertai bunyi petir yang menyambar-nyambar. Tapi ia tetap
berusaha untuk tetap datang meskipun ia hanya sebentar karena harus mengikuti
pengajian rutin yang sudah emnjadi rutinitasnya. Meskipun sudah lulus kuliah
dan bekerja ia tetap berusaha istiqomah dalam belajar agama sebagai bekal hidup
yang ia akan hadapi. Hal ini yang menjadi sorotan masyarakat tentang dirinya. Tidak
hanya para pemuda sebayanya yang merasa segan dan menghormatinya, tapi para
orang tua pun memiliki sikap yang sama terhadap Leha. Meskipun begitu Leha
tetap berusaha merunduk, rendah diri dan tidak berusaha membedakan-bedakan satu
dengan yang lainnya. Emua ia menanggai dengan wajar.
-======-
Semua kekaguman
orang-orang berubah ketika sering rumahnya didatangi seorang pemuda asing. Satu
dua hari Leha masih belum menyadari apa yang tengah masyarakat pikirkan tentang
dirinya. Ia menjadi topik pembicaraan hangat di mana-mana. Hal ini tidak hanya orang-orang
di rumahnya tapi di tempat kerjapun banyak yang membicarakan dirinya. Namun,
teman baiknya Anis selalu menasihati Leha agar tetap bersikap biasa dan tidak
terlalu mempedulikan sikap orang-orang. Dia mempertimbangkan nasihat dari Anis.
Terkadang dia menanyakan pada dirinya apa yang sebenarnya terjadi padanya
sehingga membuat orang-orang semakin memperkucilkannya.
Hal ini
tidak membuat Leha runtuh dan menyerah. Justru ini ia jadikan sebagai motivasi
untuk lebih giat lagi dalam beribadah dan melakukan hal yang lebih bermanfaat.
Dia menambah kesibukannya supaya tidak terlalu terbawa suasana. Namun, semakin
ia melakukan kesibukan cibiran orang-orang semakin jelas terdengar di
telinganya. Kini ibunya sendiri terbawa oleh isu yang tengah beredar di
masyarakat. Apalagi diatambah sikap Leha yang cenderung menjauh tidak seperti
biasanya, menambah kecurigaan masyarakat terhadap dirinya.
Dan semakin
hari pemuda itu pun semakin sering datang ke tempat Leha. Dan ini menjadi PR
besar Leha untuk segera memberikan penjelasan kepada warga siapakah pemuda
asing yang sering berkunjung ke rumah Leha.?
Sungguh
kepedulian yang sangat besar terhadap Leha. Masyarakat ternyata sayang dan
memperhatikan tidak hanya apa yang Leha lakukan di luar tapi sampai apa yang
terjadi di rumahnya. Allah membuktikan betapa sayang kepada orang-orang yang
ikhlas memperjuangkan agama Allah. Melalui orang-orang Leha mendapatkan teguran
ketika sedang dekat dengan lawan jenis yang bukan muhrim.
Pemuda
asing itu,,,?adalah sepupunya.
Pada suatu
hari, kebetulan Leha tidak berangkat kerja. Setelah sholat ashar seperti biasa
kegiatan TPA di masjid desanya semakin lama semakin ramai saja. Para santri pun
sangat dengan materi yang disampaikan oleh Leha. Ini yang membuat rasa lelah
dan capek terbayar dan lenyap. Tidak perlu gaji yang besar apalagi kendaraan
inventaris, semua ia lakukan atas dasar keikhlasan dan niat memperjuangkan
agama islam agar selalu tegak dan jaya.
Setelah
selesai, ia pun pulang. Mampir sebentar di warung ibunya menjual dagangannya.
Sudah waktunya ibu untuk berkemas membereskan barang dagangannya dan segera
menutup warungnya. Waktu yang sudah sore, untuk segera menuju masjid. Karena
adzan maghrib sudah mulai berkumandang. Jalan-jalan punmulai sepi dan warung
kembali menutup diri, masjid-masjid ramai karena orang-orang berjama’ah. Sudah
menjadi kebiasaan warga sekitar Leha tinggal jika meghrib rumah-rumah sepi.
Karena berjama’ah di masjid, kesadaran akan keutamaan sholat berjama’ah mulai
tumbuh setelah sekian lama perjuangan para ustadz. Karena dahulu kampungya
terkenal dengan kegiatan yang kurang baik, banyak orang suka mencuri, menjambret,
pemerkosaan. Namun, semakin lama kegiatan seperti itu sudah mulai terkikis dan
masyarakat mulai sadar akan hidup bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan
orang lain.
PHBI
Masuk bulan
maulud warga mulai sibuk dengan meningkatkan kegiatan keagamaan seperti shedeqah
kepada fakir miskin, pembacaan kitab al-barjanji secara bergilir di
musholla-musholla bahkan sampai ke rumah-rumah. Dari anak-anak, remaja, bahkan
sampai orang tua didasari dengan semangat dan rasa cinta kepada nabi tercinta
Muhammad saw, semua dilakukan dengan suka cita tanpa keterpaksaan. Kegiatan
pengajian untuk peringatan tersebut siap digelar. Panitia dibentuk untuk
kelangsungan kegiatan tersebut. Acara puncaknya pada malam 12 rabi’ul awal.
Kebetulan pas hari senin juga.
Leha kali
ini dipercaya sebagai ketua panitia peringatan hari besar islam (PHBI) di
kampungnya. Seperti tahun lalu dia juga dipercaya sebagai ketuanyya. Karena
tidak ada lagi yang mau menerima. Lagian Leha yang paling dewasa diantara yang
lain. Ibunya sangat mendukung apapun selagi itu untuk kemaslahatan umat. Leha
pun mulai sibuk dengan membuat list kegiatan apa saja nanti yang akan
disampaikan di rapat selanjutnya.
Ketika ia
sedang membuat list di malam hari tiba-tiba ada suara salam dari balik pintu
depan rumahnya. Dia agak ragu dan menunggu sampai ketukan itu terdengar lagi.
Dan kini ia yakin kalau ada tamu. Dia pun merapikan diri sebentar dan menemui
tamu tersebut. Dia agak kaget juga karena jarang sekali ada yang malam-malam
bertamu di rumahnya. Di bukalah pintunya dan mempersilahkan dengan ramah.
Mereka kemudian mengobrol kesana kemari. Nampak keakraban dua insan yang
memiliki visi yang sama. Kedatangan pemuda tersebut juga menjadi waktu diskusi
bagi Leha, Rahman namanya. Dia masih muda tapi pengetahuan agama dan umumnya
sangat mumpuni dan tidak perlu diragukan. Saat ini ia masih berstatus mahasiswa
di sebuah perguruan tinggi ternama. Dengan status mahasiswa berprestasi ia bisa
kuliah tanpa mengeluarkan biaya meskipun begitu orang tua masih tetap tetap
memberikan kiriman setiap bulannya untuk kebutuhan mendadak. Rahman adalah
partner kepanitiaan yang diketuai oleh Leha. Maksud kedatangan Rahman untuk
menanyakan persiapan untuk kegiatan PHBI. Karena ia tergolong orang baru di
lingkungan tersebut dan masih awam tentang konsep dan teknis kegiatan yang akan
dilaksanakan. Supaya pada kegiatan nanti tidak lagi ada yang ditanyakan,
minimal semua bekerja sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.
Banyak hal
yang dibicarakan oleh mereka, dari pembicaraan kegiatan umat menyinggung juga
kepada hal yang agak pribadi yaitu bab keluarga bahkan sampai tingkat negara.
Kasus korupsi, bencana alam yang sedang menimpa negeri tercinta sampai
demo-demo aksi mahasiswa karena menuntut rencana pemerintah yang akan menaikkan
harga BBM dibatalkan. Semua menjadi
topik hangat yang didiskusikan termasuk manfaat dan dampak pemberitaan
tersebut.
Berbagai
hal yang mereka bicarakan membuat mereka semakin akrab saja. Leha sudah
menganggap Rahman seperti adiknya sendiri. Ibunya pun sudah menganggap Rahman seperti
anak kandungnya. Karena saking seringnya main ke rumah dan ibu Leha cukup tahu
latarbelakangnya. Di balik itu warga pun mulai ramai kembali dengan peberitaan
hubungan Leha dan Rahman, bahkan di forum rapat pun terkadang ada yang melontarkan
sindiran secara tidak langsung. Hal ini menjadi hal adalah yang kedua kalinya
terjadi pada Leha.,,,
Leha pun
yang awalnya tidak terlalu menggubris omongan orang-orang tentang dirinya,
lambat laun ia pun terbawa suasana dan semakin tidak konsentrasi. Dalam
pikirannya timbul pertanyaan, “kemana saja kau Leha? Nasihatmu yang dihiasi
kata-kata bijak yang sering kau sampaikan kepada orang-orang kau langgar?
Tidakkah kau sadar bahwa hubungan dengan bukan muhrim itu dilarang agama
seperti yang kau dengung-dengungkan kepada orang-orang? Tapi kenapa seolah kau melanggar
ucapan dan nasihat yang kau tularkan ke orang lain? Bukankah dalam agama islam
mengajarkan untuk menyampaikan islam dengan hikmah(konsisten) dan penuh rahmat
(kasih sayang)?” tiba-tiba dia terbangun dari lamunannya oleh bendahara
kegiatan yang mau melaporkan pemasukan dana malam itu. Satu tetes air matanya
pun menetes,,, tes...tes...tes...
......to be
continued.
by penulis amatir